Nasionalisme... Kini banyak orang terpesona dengan seruan Nasionalisme atau paham kebangsaan, khususnya di kalangan masyarakat negeri Timur. Bangsa-bangsa Timur menganggap bahwa Barat telah melecehkan keberadaan, merendahkan martabat, dan merampas kemerdekaan mereka. Bukan hanya itu, Barat juga telah mengeksploitasi harta kekayaan mereka dan menghisap darah putera-putera terbaiknya. Imperialisme dan kolonialisme Barat yang memaksakan kehendaknya telah membuat jiwa bangsabangsa Timur terluka. Itulah yang membuat mereka berusaha membebaskan diri dari cengkraman Barat dengan segala daya, keuletan, ketegaran, dan kekuatan yang dimilikinya dalam rentang perjuangan yang demikian panjang.
Dari sanalah kemudian para pemimpin, pemikir, penulis, orator dan wartawan menyerukan gaung pembebasan atas nama Nasionalisme dan kebangsaan. Tentu saja yang demikian itu baik dan indah. Tapi menjadi tidak baik dan tidak indah, manakala anda mengatakan kepada mereka (bangsa Timur) —yang nota bene mayoritas muslim— bahwa “Apa yang ada dalam Islam dalam hal ini jauh lebih mulia dibanding apa yang sering digembar-gemborkan oleh orang-orang Barat" tiba-tiba saja mereka enggan dan bahkan semakin membabi buta dalam berpegang pada fanatisme kebangsaannya. Mereka menganggap bahwa Islam berada di satu sisi, sementara prinsip Nasionalisme yang mereka yakini ada di sisi yang lain yang berseberangan antara keduanya. Sebagian mereka bahkan menganggap bahwa seruan kepada Islam itu justru akan memecah-belah persatuan bangsa dan melemahkan ikatan antar warganya.
Pemahaman yang salah ini tentu saja berbahaya bagi bangsa-bangsa Timur ditinjau dari sisi mana pun. Itulah sebabnya saya ingin menjelaskan sikap Ikhwanul Muslimin terhadap Nasionalisme. Suatu sikap yang telah mereka ridhai bagi diri-diri mereka, dan mereka berusaha membuat orang lain meridhainya sebagai sikap yang sama dengan mereka.
Nasionalisme Kerinduan
Jika yang dimaksud dengan Nasionalisme oleh para penyerunya adalah cinta tanah air, keberpihakan padanya dan kerinduaan yang terus menggebu terhadapnya, maka hal itu sebenarnya sudah tertanam dalam fitrah manusia. Lebih dari itu Islam juga menganjurkan yang demikian. Sesungguhnya Bilal yang telah mengorbankan segalanya demi aqidahnya, adalah juga Bilal yang suatu ketika di negeri Hijrah menyenandungkan bait-bait puisi kerinduan yang tulus terhadap tanah asalnya, Mekkah.
O, angan,
masihkah mungkin 'kan kulalui malam
pada lembah dan ada Izkhir mengitariku, juga Jalil
Masihkah mungkin kutandan gemercik air Mijannah
Atau Syamah menampak bagiku, juga Thafii
Pernah suatu ketika Rasulullah saw. mendengarkan untaian sajak tentang Mekkah dari Ashil, dan tiba-tiba saja butir-butir air mata beliau bercucuran di celah pipinya. Kerinduan kepada Mekkah tampak jelas di permukaan wajahnya. Kemudian beliau saw. berucap, "Wahai Ashil biarkan hati ini tenteram. "
Jika yang mereka maksudkan dengan Nasionalisme adalah keharusan berjuang membebaskan tanah air dari cengkeraman imperialisme, menanamkan makna kehormatan dan kebebasan dalam jiwa putera-putera bangsa, maka kami pun sepakat tentang itu. Islam telah menegaskan perintah itu dengan setegas-tegasnya. Lihatlah firman Allah swt.,
"Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui." (AIMunafiqun: 8)
"Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman." (An-Nisa': 141)
Nasionalisme Kemasyarakatan
Jika yang mereka maksudkan dengan Nasionalisme adalah memperkuat ikatan kekeluargaan antara anggota masyarakat atau warga negara serta menunjukkan kepada mereka cara-cara memanfaatkan ikatan itu untuk mencapai kepentingan bersama, maka di sini pun kami sepakat dengan mereka. Islam bahkan menganggap itu sebagai kewajiban. Lihatlah bagaimana Rasulullah saw. bersabda,
"Dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang saling bersaudara."
Lihat pula bagaimana Allah swt. berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya." (Ali Imran: 119)
Nasionalisme Pembebasan
Jika yang mereka maksudkan dengan Nasionalisme adalah membebaskan negeri-negeri lain dan menguasai dunia, maka itu pun telah diwajibkan oleh Islam. Islam bahkan mengarahkan para pasukan pembebas untuk melakukan pembebasan yang paling berbekas. Renungilah firman Allah swt. berikut,
"Dan perangilah mereka itu, sehingga tak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah." (Al-Baqarah: 193)
Nasionalisme Kepartaian
Tapi jika yang mereka maksudkan dengan Nasionalisme itu adalah memilah umat menjadi kelompok-kelompok yang saling bermusuhan dan berseteru satu sama lain, mengikuti sistem-sistem nilai buatan manusia yang diformulasi sedemikian rupa untuk memenuhi ambisi pribadi —sementara musuh mengeksploitasi masyarakat untuk kepentingan mereka dan berusaha untuk terus menyalakan api permusuhan sehingga umat berpecah-belah dalam kebenaran dan hanya bisa bersatu dalam kebatilan, sampai umat tidak bisa menikmati buah persatuan dan kerjasama, bahkan mereka hanya ibarat menghancurkan rumah yang telah dibangunnya sendiri— maka itu pasti Nasionalisme palsu yang tidak akan membawa secuil pun kebaikan, baik bagi penyerunya maupun bagi masyarakat luas.
Sekarang anda dapat melihat betapa kami berjalan seiring dengan para tokoh penyeru Nasionalisme, bahkan dengan kalangan radikal di antara mereka. Kami sepakat dengan mereka terhadap Nasionalisme dalam semua maknanya yang baik dan dapat mendatangkan manfaat bagi manusia dan tanah airnya. Sekarang anda juga telah melihat, betapa paham Nasionalisme dengan slogan dan yel-yel panjangnya, tidak lebih dari kenyataan bahwa ia merupakan bagian sangat kecil dari keseluruhan ajaran Islam yang agung.
Batasan Nasionalisme Kami
Yang membedakan kami dengan mereka adalah bahwa batasan Nasionalisme bagi kami ditentukan oleh aqidah, sementara pada mereka batasan paham itu ditentukan oleh teritorial wilayah negara dan batas-batas geografis. Bagi kami, setiap jengkal tanah di bumi ini, di mana di atasnya ada seorang Muslim yang mengucapkan 'Laa Ilaaha Illallah', maka itulah tanah air kami. Kami wajib menghormati kemuliaannya dan siap berjuang dengan tulus demi kebaikannya. Semua Muslim —dalam wilayah geografi yang mana pun— adalah saudara dan keluarga kami. Kami turut merasakan apa yang mereka rasakan dan memikirkan kepentingan-kepentingan mereka.
Sebaliknya, bagi kaum nasionalis (fanatik), semua orang yang ada di luar batas tanah tumpah darahnya sama sekali tidak dipedulikan. Mereka hanya mengurus semua kepentingan yang terkait langsung dengan apa yang ada di dalam batas wilayahnya. Secara aplikatif perbedaan akan tampak lebih jelas ketika sebuah bangsa hendak memperkuat dirinya dengan cara yang merugikan bangsa lain.
Kami sama sekali tidak membenarkan itu untuk diterapkan di atas sejengkal pun dari tanah air Islam. Kami menginginkan kekuatan dan kemaslahatan untuk semua bangsa-bangsa Muslim. Sementara kaum Nasionalis menganggap yang demikian itu (fanatisme kebangsaan) sebagai suatu kewajaran. Paham demikian inilah yang kemudian membuat ikatan di antara kita menjadi renggang dan kekuatannya pun melemah hingga musuh mendapatkan kesempatan emas untuk menghancurkan kita melalui tangan saudara kita sendiri.
Tujuan Nasionalisme Kami
Berikutnya, kaum Nasionalis hanya berpikir untuk membebaskan negerinya. Dan bila kemudian mereka membangun negeri mereka, mereka hanya memperhatikan aspek-aspek fisik seperti yang kini terjadi di daratan Eropa. Sebaliknya, kami percaya bahwa di leher setiap Muslim tergantung amanah besar untuk mengorbankan seluruh jiwa dan raga serta hartanya demi membimbing manusia menuju cahaya Islam.
Setiap Muslim harus mengangkat bendera Islam setinggi-tingginya di setiap belahan bumi; bukan untuk mendapatkan harta, popularitas dan kekuasaan atau menjajah bangsa lain, tapi semata-mata untuk memperoleh ridha Allah dan memakmurkan dunia dengan bimbingan agamanya. Itulah yang mendorong kaum Salaf yang saleh —semoga Allah meridhai mereka semua— untuk melakukan pembebasan-pembebasan suci yang telah mencengangkan dunia dan mempesonakan sejarah; dengan kecepatan gerak, keadilan, dan keluhuran akhlaknya.
Persatuan
Saya juga ingin mengingatkan anda tentang betapa rapuhnya klaim yang mengatakan bahwa seruan kepada Islam hanya merusak persatuan bangsa yang terdiri dari berbagai aliran dan agama. Sesungguhnya Islam —sebagai agama persatuan dan persamaan— telah menjamin kekuatan ikatan itu selama masyarakat tetap tolongmenolong dalam kebaikan dan taqwa.
Lihatlah firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (AI Mumtahanah: 8)
Lantas dari manakah datangnya perpecahan itu ?
Kini –sekali lagi– anda dapat melihat betapa kami seiring dan sejalan dengan kalangan Nasionalis, bahkan yang paling radikal dari mereka sekalipun. Kami seiring dan sejalan dalam mencintai segala kebaikan bagi tanah air dan berjuang untuk membebaskannya, dan membangun serta memajukannya. Kami mendukung semua pihak yang bekerja untuk itu semua dangan tulus.
Lebih dari itu, kami juga ingin agar anda tahu, kalau cita-cita besar mereka hanya membebaskan tanah air dari cengkraman penjajah dan mengembalikan kehormatannya, maka itu hanyalah sepotong jalan dari cita-cita besar yang diperjuangkan oleh Ikhwanul Muslimin. Karena setelah tahapan itu, kami masih harus berjuang menegakkan bendara tanah air Islam setinggi-tingginya di setiap belahan bumi. Agar bendera Al-Qur’an berkibar megah di seluruh penjuru dunia.
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung di Blog kami.
Silahkan komentar. Salam Blogger ^_^